Mengenai Saya

rumah ikut ortu di temanggung, kerja di semarang -ngekost,
lahir di sebuah desa yang belum ada listrik, sekarang pingin seperti kedua ortunya bagi-bagi ilmu di sekolah

Rabu, 11 Maret 2009

Pada hari Jumat, Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz hendak mandi. Beliau meminta kepada pelayannya untuk mempersiapkan air. Sang pelayan berkata, "Demi Allah, kami tidak punya kayu bakar.” Kemudian dia pergi ke dapur dengan menenteng cerek. Setelah kembali dia berkata, "Ini airnya, wahai Amirul mukminin, masih mendidih."Umar berkata, “Bukankah kalian bilang tidak lagi mempunyai kayu bakar? Pasti kalian memasaknya di dapur kaum muslimun!" Pelayan mengatakan, "Benar." Umar pun kemudian berkata, "Panggil ketua dapur."

Manakala ketua dapur tiba, Umar berkata, "Apakah pelayanku mengatakan ini adalah cerek amirul mukminin, lalu kamu menyalakan api dapur?""Bukan, demi Allah ya Amirul mukminin. Aku tidak menyalakan kayu di bawahnya. Hanya sisa bara api. Kalau pun dibiarkan, pastilah padam dan menjadi abu," tukas ketua dapur tersebut.Umar bertanya, "Berapa harga kayu bakarnya?" Petugas menjawab, "Sekian." Lalu Umar berkata lagi, "Bayarlah harga itu kepadanya." (Manaqib Umar bin Abdul Aziz, Ibnul Jauzi, hal. 191).

Subhanallah! Demikian ajaib kewara'an (hati-hati) seorang Umar yang sekaligus pemimpin kaum muslimin tersebut dalam menjaga harta rakyat (kaum muslimin). Beliau tak menggunakan kekuasaannya untuk mendapatkan fasilitas 'lebih' dari negara, meski hanya sekadar bara api untuk mendidihkan air untuk mandi.

Mestinya juga begitu. Para pejabat kudunya bersifat amanah terhadap jabatan yang disandangnya, bukan sebaliknya, berbuat curang dengan memanfaatkan ‘aji mumpung.’ Mumpung berkuasa bisa berbuat semaunya, mumpung di lahan basah tak apalah berbasah-basah ria.

Bila aji mumpung sudah jadi pegangan, tak segan mengeruk kekayaan yang bukan haknya pun dianggap bukan hal tabu untuk dilakukan. Kalo sudah begitu, harta yang jelas-jelas milik rakyat (negara) pun ditilep.

Trus apa lagi? Budaya korupsi pun seakan dianggap biasa bagi yang sedang mempunyai kekuasaan.

Padahal kalo mau berpikir, harta yang diperoleh dengan jurus 'aji mumpung' itu akan ditanya, kelak di akhirat. Dan tentunya pertanggung jawaban tersebut akan menjadi beban yang memberatkan. Mumpung belum terlambat, jadilah sosok seperti Umar bin Abdul Aziz. Pemimpin, sekaligus hamba yang taat, takut beban tanggung jawab kelak di peradilan hakiki. Bersegeralah! Kapan lagi? Allahul musta'an

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan beri komentar blog ini dengan bahasa yang baik